Minggu, 25 Desember 2016

Impresi Sesi Materi Sekolah Tjokro

Alhamdulillah 7 sesi materi  Sekolah Tjokro sudah berakhir. Harusnya setiap materi dirangkum di blog masing-masing peserta, namun saya hanya berhasil menulis dua, yaitu sesi pertama dan sesi ideologi. Sedihnya, ada 3 materi yang tidak saya hadiri karena ada hal yang sudah direncanakan sebelum mengikuti sekolah ini. Selanjutnnya rencananya peserta akan bikin social project sebagai implementasi dari materi yang telah diberikan.

Impresi selama 2 bulan terakhir?

Duh sampai bingung. Jelas akhir pekan lebih produktif. Mendengar materi-materi dari orang yang sudah menggeluti bidangnya dengan tema berbeda setiap minggunya, berasa ikut sesi Ted Talk. Selalu dapat insight baru setiap akhir pekan.

Sesi favorit?

Sebenarnya ada dua, satu sesi dari Mas Akhyari Hananto, Founder GNFI, dan satu lagi dari mas Eko Prasetyo. Materi Mas Akhyari mengenai komunikasi gerakan, bagaimana membesarkan GNFI, value nya untuk menyebarkan positivisme sangat menginspirasi. Mas Akhyari percaya, (saya pun begitu) dengan menyebarkan optimisme, Indonesia akan menjadi bangsa yang lebih baik. GNFI juga terus melebarkan sayap dengan menjangkau radio dan televisi. Seenggaknya berita TV ada bagus-bagusnya, ada sisi positifnya, nggak berita buruk melulu. Semoga paradigma bad news is good news bisa berubah menjadi good news is a great news. 
Sedangkan, deuh, mas Eko dengan gayanya yang ceplas ceplos mengajari kami bagaimana berpikir kritis. Beliau banyak bercerita dan mengingatkan kami agar menjadi generasi muslim yang nggak ecek-ecek dengan mengingatkan dengan sejarah kejayaan islam. Beliau juga mengingatkan bahwa dalam berpikir kritis, kita harus melihat dengan mata terbuka  dan belajar dari sejarah baik yang kelam atau yang terang.  Gimana generasi muda mau cinta sama nabi, kalau kenal beliau saja tidak? begitu kurang lebih kata mas Eko. Secara keseluruhan nampar banget deh sesi ini.  Saya jadi insyaf, betapa kurang banget baca belakangan ini. Betapa saya sudah baca biografi ini itu tapi belum tamat baca sirah. Mas Eko membuat saya ketika balik ke rumah membaca buku-buku ayah yang selama ini jarang saya sentuh. Saya senyum-senyum sendiri, dalam hati sebenarnya menunggu-nunggu momen ini. Momen saya bisa baca buku-bukunya ayah. Selama ini saya merasa beda banget selera bacaannya sama ayah. Saya sejak zaman SMA lebih suka fiksi dan buku non-fiksi praktis atau pengembangan diri. Sementara buku-buku ayah mulai dari tafsir, fiqih, dakwah, paradigma A B C, selama ini nggak membuat saya tergerak. Paling banter bacaan bersama adalah biografi, dan tulisan Cak Nun.  Ayah sampai nanyain, heran gitu tiba-tiba saya pegang buku-buku Ayah. Pengejawantahan Sekolah Tjokro nih.

Intinya saya bersyukur bisa mengikuti sesi materi Sekolah Tjokro, banyak hal baru yang saya dapat, teman, ilmu, dan pengalaman lain yang mungkin saya rasakan secara personal. Saya excited  untuk sesi social project mendatang. Yay!


Anisah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar